Ketua DPR Papua Johny Banua Rouw : Jika Pemilihan Cawagub Tidak Dilaksanakan Dengan Mekanisme Yang Benar Melalui Persetujuan DPP Partai Koalisi Dan Terus Berpolemik, Maka Bisa Saja Posisi Wagub Papua Kosong Sampai Akhir Masa Jabatannya

Jayapura, TanahPapua.id, (20/08/2021) – Tarik ulur dua nama bakal calon Wakil Gubernur Papua masih belum menemui titik kesepakatan dalam internal Koalisi Papua Bangkit Jilid II.
Hasil akhir rapat 18 Agustus lalu, Koalisi yang berjumlah 9 partai ini terbelah, 5 Parpol mendukung dua nama pilihan Gubernur Lukas Enembe dan sementara 4 parpol lainnya memilih tidak setuju.
Menyikapi kondisi ini, Ketua DPR Papua, Johny Banua Rouw berpendapat bahwa penentuan dua nama oleh koalisi haruslah berdasarkan kesepakatan bersama, yang dilakukan berdasarkan mekanisme sebagaimana mestinya.
“Sebab selama kata sepakat itu belum ada, maka proses pengisian jabatan Wagub ini akan terus menimbulkan polemik, bahkan bisa saja akan kosong hingga akhir periode masa jabatan,” jelas Johny (Jumat 20/08/2021).
Johny berpendapat tahapan tersebut masih panjang, karna tidak serta merta persetujuan DPD atau DPW menjadi dasar bahwa dua nama itu telah final. Ada mekanisme dan proses yang harus diselesaikan hingga ke tingkat pusat atau DPP Parpol.
“Ini memang tidak termuat dalam pasal 176 UU Pemilukada, tapi ingat setiap parpol punya AD/ART nya, bahwa penentuan calon harus kepala daerah harus berdasarkan SK atau Rekomendasi DPP”, Kata politisi NasDem ini.
Jikapun saat ini Pimpinan Parpol A mengatakan dua nama tersebut final atau Calon B mengklaim namanya telah disetujui Parpol C, kata Johny, itu hanya pendapat mereka secara pribadi, dan itu bukan keputusan final koalisi.
“Ini belum final, dan ingat keputusan itu ada di dalam koalisi dan masih harus meminta persetujuan DPP,” katanya.
Ia mencontohnya tahapan dan mekanisme pendaftaran calon kepala daerah di KPU. salah satu syarat sah yang diterima KPU adalah calon wajib menyerahkan rekomendasi dalam bentuk B1KWK atau surat keputusan DPP tentang calon.
“Ini Wajib, karena Parpol itu terpusat, artinya tidak serta merta rekomendasi DPD menjadi patokan, karena inti dari syarat seorang calon adalah SK DPP Parpol, sehingga menurut saya, tidak bisa kita serta merta menyimpulkan persetujuan daerah maka itu juga keputusan pusat. Ingat ini adalah mekanismenya,” jelasnya.
Hal inilah yang menurut Johny menjadi alasan beberapa Parpol menolak dua nama calon Pilihan Gubernur Enembe yang diklaim telah mendapat persetujuan beberapa pimpinan partai dalam koalisi.
“Ya Parpol ini tidak setuju dengan Pilihan Gubernur, karena punya alasan tidak bisa mendahului atau melanggar perintah DPPnya,” katanya berpendapat.
Pria yang disapa JBR ini juga menyarankan kepada pimpinan maupun kader Parpol untuk memberikan pemahaman dan pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat. Jangan malu mengatakan, bahwa tahapan pengisian Cawabup ini masih panjang, masih ada mekanisme yang harus dilakukan bahkan tahapan yang belum tuntas.
“Sampaikanlah kepada publik tentang mekanisme dan tahapan yang benar. Tak perlu menciptakan sesuatu yang akhirnya menggiring opini masyarakat untuk mendukung bakal calon, yang notabene prosesnya tidak sesuai mekanisme. Sebab hal inilah yang akan mengganggu keamanan, membuat masyarakat terkotak-kotak bahkan bisa menimbulkan konflik dalam masyarakat,” harapnya.
“Mari kita jujur, bahwa proses ini masih panjang. Jangan malu mengatakan bahwa yang berhak memberikan kewenangan itu adalah pusat atau DPP. Karena secara mekanisme itu kan sudah sangat jelas, finalnya itu adalah rekomendasi atau surat keputusan DPP bukan DPD atau DPW. Katakan yang sebenarnya, jujurlah menyampaikan,” katanya.
Untuk itu, Johny Banua menyarankan agar Koalisi harus menyelesaikan penentuan dua nama ini secara tuntas hingga ke tingkat DPP.
“Selama koalisi ini tidak solid, jangan pernah bermimpi akan mendapatkan dua nama. Perjalanan untuk penentuan Wagub Papua ini masih panjang, tidak mungkin akan selesai dalam 1-2 bulan, atau bisa saja tidak ada Wagub
jika semua parpol dalam koalisi tetap bertahan dengan ego masing-masing,” tandasnya.
Menyinggung tentang belum adanya pembentukan Pansus pemilihan Wagub Papua, Ketua DPR ini mengaku hingga saat ini pihaknya belum menerima menunggu surat pemberhentian Almarhum Klemen Tinal dari Presiden.
Disamping itu, dalam tahapannya Pansus pemilihan Wagub ini membutuhkan pembiayaan dan DPR Papua belum punya anggaran
“Surat pemberhentian dari Presiden belum ada, DPR Papua juga hingga saat ini belum ada pembicahaan ataupun pembahasan ABT sehingga ini juga menjadi salah factor belum dibentuknya Pansus,” katanya.
Ia menyebut, Pansus pemilihan Wagub Papua ini memiliki batas waktu kerja, jangan sampai hingga diakhir batas waktu tersebut, koalisi belum juga tuntas menyelesaikan dua nama bakal calon Wakil Gubernur.
“jadi buat apa bentuk Pansus lebih awal, kalau toh belum ada satu kesepakatan dalam koalisi, dan ini tentu membuang-buang anggaran rakyat,” Tutupnya.